Labuan Bajo, JejakIndonesia.id – Konflik kepemilikan tanah di Kerangan, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, terus memanas setelah hasil temuan Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap adanya indikasi pemalsuan dokumen kepemilikan. Dalam laporan resmi bertanggal 23 Agustus 2024, disebutkan bahwa Sertifikat Hak Milik (SHM) yang digunakan oleh keluarga Niko Naput dan Santosa Kadiman untuk mengklaim tanah seluas 16 hektare tidak memiliki alas hak asli.
Kasus ini bermula dari sengketa tanah antara ahli waris alm. Ibrahim Hanta, yang diwakili oleh Muhamad Rudini, melawan tergugat Paulus Grant Naput, Maria Fatmawati Naput, dan Santosa Kadiman. Mereka bertiga bersikeras mempertahankan kepemilikan tanah tersebut, meskipun bukti-bukti menunjukkan ketidaksesuaian dokumen yang digunakan dalam penerbitan sertifikat.
Surat Kejagung: SHM Paulus dan Maria Fatmawati Naput Cacat Administrasi
Dalam laporan yang diserahkan oleh Satgas Mafia Tanah, ditemukan bahwa SHM No. 02545 atas nama Maria Fatmawati Naput dan SHM No. 02549 atas nama Paulus Grant Naput mengalami cacat administrasi serta tidak memiliki dokumen alas hak yang sah. Selain itu, penerbitan sertifikat tersebut dinilai bertentangan dengan peraturan pertanahan yang berlaku.
“Dalam dokumen kantor pertanahan tidak ditemukan alas hak asli atas tanah tersebut. Proses penerbitan sertifikat juga diduga mengalami tumpang tindih dan cacat yuridis,” ungkap Rudini dalam konferensi pers, Rabu (5/2/2025).
Ia juga menegaskan bahwa keluarga Niko Naput tidak mampu menunjukkan dokumen asli saat diperiksa oleh Satgas Mafia Tanah Kejagung. “Jika mereka benar-benar memiliki hak atas tanah itu, seharusnya bisa menunjukkan dokumen aslinya, bukan hanya fotokopi,” tambahnya.
Sidang Tambahan dan Manuver Tergugat
Menariknya, meskipun kasus ini telah sampai ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi (PT) Kupang, tergugat justru meminta sidang tambahan di PN Labuan Bajo. Mereka menghadirkan saksi ahli tulisan tangan untuk memperkuat klaim mereka, yang kemudian dipertanyakan oleh pihak penggugat.
“Ini semakin aneh. Tiba-tiba muncul saksi baru tanpa pemberitahuan kepada kami. Ini seperti strategi untuk mengaburkan fakta bahwa mereka tidak punya dokumen asli,” ujar Jon Kadis, kuasa hukum Muhamad Rudini.
Selain itu, saksi ahli yang memberikan keterangan ulang dinilai berubah-ubah dalam pernyataannya. “Awalnya, saksi mengatakan bahwa tanah yang tumpang tindih bisa dibatalkan haknya. Namun, dalam sidang terakhir, dia menyatakan sebaliknya. Ini patut dicurigai,” tambah Jon Kadis.
Keputusan Hakim dan Tantangan untuk Tergugat
Dalam putusan sebelumnya pada 23 Oktober 2024, PN Labuan Bajo memenangkan pihak Muhamad Rudini, memperkuat posisi ahli waris Ibrahim Hanta sebagai pemilik sah tanah tersebut. Namun, keluarga Niko Naput masih berupaya mempertahankan klaimnya meskipun tanpa bukti kuat.
Jon Kadis menantang tergugat untuk menggelar konferensi pers jika mereka benar-benar memiliki dokumen asli. “Jika mereka yakin dengan klaimnya, tunjukkan surat asli alas hak 10 Maret 1990 di depan wartawan. Jika tidak, berarti dugaan pemalsuan ini semakin terbukti,” tegasnya.
Kasus ini semakin menarik perhatian publik, terutama dengan adanya temuan resmi dari Kejagung yang telah ditembuskan ke Kejati dan Kejari Manggarai Barat. Semua mata kini tertuju pada langkah hukum selanjutnya dan apakah keluarga Niko Naput mampu memberikan bukti sah atas klaim tanah mereka.
(Redaksi)