Minahasa Tenggara | jejakindonesia.id – Desakan terhadap aparat penegak hukum Polda Sulawesi Utara, khususnya Polres Minahasa Tenggara (Mitra), kembali menguat terkait dugaan penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan praktik pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Ratatotok.
Salah satu nama yang kini disorot publik dan aktivis lingkungan adalah seorang warga yang dikenal dengan inisial DT alias Ci Dede, yang disebut dalam sejumlah laporan sebagai pihak yang patut didalami keterkaitannya dalam aktivitas ilegal tersebut.
Berdasarkan hasil investigasi dan informasi sejumlah sumber warga menyebutkan bahwa tempat tinggal milik Ci Dede yang terletak di perbatasan Desa Ratatotok dan Buyat, sebelumnya diduga menjadi lokasi penimbunan BBM jenis solar. Namun, dalam beberapa waktu terakhir, lokasi tersebut dikabarkan telah dikosongkan dan aktivitas di dalamnya terhenti. Hal ini memunculkan dugaan bahwa lokasi operasi telah berpindah tempat.
Kasus ini semakin mencuat setelah peristiwa pada 2 Juni 2025, yang diduga melibatkan AFRP alias Eddy, seorang preman suruhan DT yang nyaris menembak seorang pria berinisial JM alias Jemmy Mosey.
Berdasarkan informasi yang beredar, insiden bermula dari kedatangan JM ke kediaman DT, untuk menyelesaikan persoalan kerja sama terkait kegiatan pertambangan. Namun kunjungan tersebut berujung pada ketegangan yang berpotensi mengarah pada tindak kekerasan, setelah muncul klaim adanya upaya pengancaman oleh Eddy
yang disebut sebagai orang suruhan DT. Dugaan itu menyebut Eddy membawa senjata tajam dan senjata api rakitan.
Namun hingga kini belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian terkait kejadian tersebut. Sehingga berbagai pihak menilai, tindakan tegas aparat sangat dibutuhkan untuk menghindari konflik horizontal dan mencegah memburuknya situasi keamanan di wilayah pertambangan.
Sementara itu, berdasarkan informasi dari masyarakat yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, “BBM.solar subsidi yang waktu lalu sempat viral di beritakan dipakai di lokasi tambang emas ilegal di wilayah Limpoga, Minahasa Tenggara. Solar tersebut diduga bersumber dari beberapa SPBU di Kabupaten Mitra dan Bolaang Mongondow Timur (Boltim),” ucapnya
Hal yang sama diungkap oleh seorang narasumber di lingkungan pemerintahan daerah yang tidak bersedia disebutkan namanya karena alasan keamanan. “Solar subsidi itu diperuntukkan bagi nelayan, petani, dan pelaku usaha mikro, bukan untuk operasional alat berat di tambang tanpa izin. Jika benar digunakan untuk excavator di lokasi PETI, maka ini adalah bentuk penyimpangan serius terhadap kebijakan subsidi energi negara dan harus ditindak tegas oleh APH ” ujar seorang sumber
Dugaan keterlibatan beberapa pihak dalam rantai distribusi solar bersubsidi ke tambang ilegal ini menjadi sorotan, karena tidak hanya melanggar UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, tetapi juga berpotensi melanggar UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta pasal-pasal pidana terkait penganiayaan dan kepemilikan senjata api ilegal apabila terbukti.
Masyarakat dan pemerhati lingkungan mendesak agar Polda Sulut melalui Polres Mitra segera mengambil langkah konkret, melakukan penyelidikan menyeluruh, dan jika cukup bukti menindaklanjuti dengan proses hukum yang transparan.
“Penegakan hukum tidak boleh ragu. Ini bukan hanya soal solar atau emas, tapi soal keadilan bagi masyarakat kecil yang hak-haknya dirampas karena saat ini penambang tradisional haknya telah di rampas oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” pungkas tokoh masyarakat Ratatotok.
Selasa 10/06/2025
Tim.