Banyuwangi, Jejakindonesia.Id – Kinerja Pemerintah Desa (Pemdes) Kabat kembali menjadi sorotan. Seorang vendor penyedia barang dan jasa untuk proyek rehabilitasi Gedung Serba Guna GNI di Desa Kabat, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, mengungkapkan kekecewaannya lantaran pembayaran atas pekerjaannya tak kunjung diselesaikan sejak tahun 2022.
Inisial SD, selaku vendor yang menangani proyek tersebut, menyatakan bahwa hingga akhir Februari 2025, Pemdes Kabat masih menunggak pembayaran sebesar Rp 38 juta dari total kontrak Rp 58 juta. Ironisnya, meskipun pekerjaan telah selesai sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB), haknya sebagai penyedia jasa belum dipenuhi.
“Semua pekerjaan sudah rampung sejak 2022. Material dan tenaga kerja kami datangkan sesuai perjanjian. Tapi, saat giliran pembayaran, jawabannya selalu ruwet dan berbelit-belit,” ungkap SD, Sabtu (1/3/2025).
Menurutnya, pihak desa hanya memberikan janji-janji kosong tanpa kepastian kapan sisa pembayaran akan dilunasi.
“Dari kontrak Rp 58 juta, saya baru menerima Rp 20 juta. Sisa Rp 38 juta sudah hampir tiga tahun ini tidak ada penyelesaian. Padahal, sesuai Surat Perintah Kerja (SPK) Nomor 411/153/429.506.012/2022, semuanya jelas. Tapi, Kepala Desa Kabat Mislani tetap bungkam dan tidak memberikan solusi,” tegasnya.
Bahkan, Saba mengaku telah melayangkan dua kali surat somasi di akhir Februari 2025, kepada Kepala Desa Kabat Mislani dan Wayan Slamet Dana, yang disebut-sebut sebagai penanggung jawab operasional proyek. Namun, hingga kini, keduanya seolah menghilang tanpa jejak dan tak kunjung memberikan kejelasan.
“Setiap kali saya menanyakan hak saya, jawabannya hanya ‘sebentar lagi’. Tapi, sampai sekarang tidak ada itikad baik. Jangan-jangan ini indikasi penyalahgunaan wewenang karena anggaran proyek ini entah ke mana,” tudingnya.
SD pun memberi peringatan tegas bahwa jika pembayaran tidak segera diselesaikan, ia akan menempuh jalur hukum untuk menuntut haknya.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Kabat Mislani belum memberikan tanggapan apa pun. Sikap diam ini semakin memperkuat dugaan adanya ketidakwajaran dalam pengelolaan anggaran proyek rehabilitasi Gedung GNI. (*)