Bolmut — Jejakindonesia.id | Proyek strategis nasional berupa pembangunan pengaman Pantai Batu Pinagut Tahap II di Kecamatan Kaidipang, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), kembali menuai sorotan tajam. Proyek senilai Rp29,27 miliar yang didanai melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan dikerjakan oleh PT Indahjaya Karya Abadi ini dinilai rawan penyimpangan. Sejumlah indikasi di lapangan menimbulkan kekhawatiran publik bahwa proyek ini berpotensi mengulangi kegagalan pelaksanaan pada tahap pertama tahun lalu.
Hasil pemantauan awak media di lokasi pekerjaan menunjukkan adanya dugaan penggunaan batu bolder yang tidak sepenuhnya memenuhi spesifikasi teknis. Sejumlah batu berukuran kecil terpantau disisipkan ke bagian dalam struktur, di mana keberadaannya tidak mudah terdeteksi secara kasat mata. Selain itu, ditemukan indikasi penggunaan material rendah mutu pada proses pengecoran (bois), termasuk campuran batu mangga yang secara teknis tidak direkomendasikan untuk pekerjaan struktural tahan gelombang.
Sebagaimana diketahui, proyek Tahap I tahun 2024 yang dikerjakan oleh kontraktor berbeda, PT Selly Gina Arwana, mengalami kerusakan cukup serius meskipun telah sempat diperbaiki. Analisis sementara menyebutkan bahwa kerusakan tersebut disebabkan oleh metode pelaksanaan yang kurang memperhitungkan karakteristik pantai berarus kuat dan pasang-surut ekstrem.
Namun, sorotan publik kali ini bukan hanya pada kualitas pekerjaan, melainkan juga pada sistem pengawasan. Absennya nama konsultan pengawas pada papan proyek memicu dugaan bahwa pengawasan dilakukan secara internal oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi I atau Dinas PUPR Provinsi. Tidak adanya pengawasan independen dikhawatirkan membuka celah konflik kepentingan dan lemahnya kontrol kualitas di lapangan.
Dalam penelusuran, pengawas lapangan dari pihak rekanan menyatakan bahwa pekerjaan sudah sesuai prosedur. Namun ketika diminta menjelaskan lebih lanjut mengenai kualitas material, mereka enggan memberi keterangan rinci.
Dinas PUPR dan Pemkab Bolmut diharapkan lebih aktif memantau jalannya proyek ini, mengingat perjanjian kerja sama (MoU) antara BWS Sulawesi I dan Pemda Bolmut pada Januari 2025 lalu belum mengatur secara spesifik mekanisme pengawasan teknis konstruksi bangunan pelindung pantai.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari BWS Sulawesi I belum memberikan tanggapan resmi terhadap temuan di lapangan maupun permintaan klarifikasi media.
Padahal, Kepala BWS Sulawesi I, Sugeng Harianto, sebelumnya telah menegaskan bahwa seluruh proyek yang dibiayai SBSN harus memenuhi standar tinggi, termasuk syarat material dari tambang berizin (IUP) dan sertifikasi teknis. Ia juga menyampaikan pentingnya keselamatan konstruksi dan desain yang mampu menghadapi dinamika gelombang laut.
Desakan Audit dan Evaluasi
Melihat potensi masalah yang ada, sejumlah elemen masyarakat serta pemerhati konstruksi mendesak agar:
1. Dilakukan audit material secara menyeluruh oleh lembaga independen;
2. Diumumkannya nama dan kredensial konsultan pengawas proyek;
3. Dievaluasinya metode kerja dan manajemen pelaksanaan oleh pihak rekanan;
4. Ditegakkannya sanksi administratif maupun hukum bila terbukti terjadi pelanggaran.
Proyek ini ditargetkan rampung dalam 280 hari kalender sejak penandatanganan kontrak pada 26 Maret 2025. Fungsinya dianggap krusial untuk melindungi garis pantai dari ancaman abrasi yang makin intens.
Namun, tanpa transparansi dan pengawasan ketat, proyek bernilai puluhan miliar ini dikhawatirkan hanya akan menjadi pengulangan kegagalan, sekaligus pemborosan anggaran negara yang dapat menjadi temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di kemudian hari.
(Tim)