Tangerang | jejakindonesia.id – Tim Investigasi Forum Reporter Jurnalis Republik Indonesia (FRJ-RI) menyoroti dugaan ketidaksesuaian data administrasi yang digunakan oleh Kepala Desa Mekarsari, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang, berinisial F.R., sejak pencalonannya pertama kali pada tahun 2013 hingga menjabat kembali di periode kedua saat ini.
Dalam penelusuran tim investigasi, ditemukan sejumlah kejanggalan, mulai dari perubahan nama dari F.R. di periode pertama menjadi hanya F di periode kedua, hingga perbedaan tempat lahir dalam dokumen resmi.
Dalam dokumen kependudukan awal, F.R. tercatat lahir di Serang, namun dalam dokumen SKCK terbaru untuk pencalonan periode kedua, tempat lahir berubah menjadi Tangerang.
Tidak hanya itu, ditemukan pula dua Nomor Induk Kependudukan (NIK) berbeda yang diduga digunakan atas nama yang sama, namun salah satunya ternyata terdaftar atas nama pihak lain.
Salah satu narasumber yang enggan disebutkan namanya menyatakan kepada awak media bahwa dugaan penggunaan data ganda ini seharusnya menjadi perhatian serius panitia Pilkades dan instansi terkait.
“Kami berharap tidak ada yang ditutup-tutupi, karena ini menyangkut keabsahan seorang pemimpin yang dipercaya warga,” ujar sumber tersebut.
Saat dikonfirmasi oleh awak media, F.R. menjelaskan bahwa kesalahan data pada KTP merupakan hal yang bisa diperbaiki.
“Masalah KTP Ibu salah lahir, Ibu lahir di Serang, tapi di KTP tertulis Tangerang. KTP kan bisa diganti, Pak. Warga percaya sama Ibu, jadi bisa menjabat dua kali. Nggak ada masalah,” ujar F.R.
Namun, ketika ditanyakan kembali terkait validitas salah satu NIK yang ditemukan merujuk pada nama orang lain, F.R. enggan memberikan jawaban.
Sekretaris Umum FRJ-RI, Arul, menyatakan bahwa pihaknya menilai penting untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam proses demokrasi tingkat desa.
“Kami tidak sedang menghakimi, melainkan menyampaikan hasil investigasi yang telah dikumpulkan di lapangan, agar kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilihan tetap terjaga,” tegasnya.
Dari sisi hukum, dugaan kejanggalan ini perlu ditinjau berdasarkan:
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa
UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan
KUHP Pasal 263 tentang pemalsuan dokumen
Serta UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)
Undang-Undang KIP menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh informasi publik, termasuk dokumen yang berkaitan dengan proses pemilihan pejabat publik seperti kepala desa.
Melalui keterbukaan informasi, masyarakat berhak mengetahui keabsahan data dan ikut serta dalam mengawasi jalannya pemerintahan secara transparan dan bertanggung jawab.
Penggunaan data tidak sesuai, manipulasi dokumen, atau pemalsuan identitas tidak hanya mencederai proses demokrasi desa, tetapi juga dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang serius jika terbukti secara sah dan meyakinkan.
FRJ-RI berencana menyampaikan laporan resmi kepada panitia pilkades, pemerintah kabupaten, serta instansi terkait untuk ditindaklanjuti secara administratif maupun legal.
Sebagai media yang menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik dan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, redaksi juga membuka ruang hak jawab dan klarifikasi bagi pihak-pihak yang disebutkan dalam laporan ini.
(Tim/Red)