Banyuwangi – Jejakindonesia.id | Majelis taklim tak lagi sekadar forum ngaji ibu-ibu selepas Subuh. Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Banyuwangi tengah mendorong pranata sosial keagamaan itu naik kelas. Bukan hanya dari sisi legalitas, tapi juga dari segi manajemen, metode dakwah, hingga adaptasi teknologi.
Langkah itu mulai digagas lewat kegiatan bertajuk Penguatan Majelis Taklim Kabupaten Banyuwangi yang digelar Selasa (20/5) di aula MAN 1 Banyuwangi. Ratusan penggerak keislaman dari berbagai kecamatan hadir. Mereka berasal dari kelompok kerja majelis taklim tingkat kecamatan.
Kasi Bimas Islam Kemenag Banyuwangi, H. Mastur, S.Ag., M.Pd.I., menegaskan bahwa legalitas adalah pintu awal pembinaan. “Masih banyak majelis taklim yang belum terdaftar secara resmi. Padahal di setiap KUA sudah ada penyuluh yang siap membantu proses pendaftaran,” tegasnya saat membuka acara.
Dia menekankan, legalitas bukan untuk membatasi, tetapi agar lembaga bisa lebih mudah diarahkan dan diberdayakan. Mastur hadir mewakili Kepala Kemenag Banyuwangi yang berhalangan hadir.
Diskusi kelembagaan berlangsung cair tapi berbobot. Dipandu oleh Syafaat, S.H., M.H.I., staf muda di Seksi Bimas Islam yang juga dikenal sebagai pegiat literasi, peserta diajak menyelami tantangan dan peluang majelis taklim di era digital.
“Majelis taklim tidak bisa terus mengandalkan pola lama. Harus ada pembaruan dalam pendekatan, program, dan struktur,” ujarnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Islam Ibrahimy Genteng, Dr. H. Lukman Hakim, menyampaikan pentingnya pengelolaan yang profesional. Menurutnya, majelis taklim saat ini menghadapi tantangan besar dalam menjangkau generasi muda.
“Kalau ingin relevan, harus dimulai dari struktur yang jelas dan program yang terukur,” ucapnya. Ia menyebut saat ini minat generasi muda terhadap pengajian semakin menurun karena tidak ada pendekatan yang sesuai zaman.
Sorotan lebih tajam disampaikan Agus Baehaqi, S.Ag., M.I.Kom., Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam UIMSYA Blokagung. Ia mengajak peserta melihat media sosial sebagai peluang, bukan ancaman.
“Banyak dai atau ustazah yang masih takut kamera, enggan main TikTok. Padahal sekarang, dakwah bukan hanya soal ceramah di mimbar. Tapi juga soal algoritma. Kalau tidak bisa masuk ke dunia mereka, jangan heran kalau jamaah berpaling,” tegasnya, disambut tawa para peserta.
Kegiatan yang difasilitasi oleh Seksi Bimas Islam ini sekaligus menandai keseriusan Kemenag Banyuwangi dalam merawat simpul-simpul keagamaan akar rumput. Majelis taklim diharapkan tidak hanya menjadi pelengkap seremonial, tetapi mitra strategis dalam pembinaan umat.
“Ini bukan sekadar pelatihan. Ini pernyataan bahwa negara hadir, dan ingin agar nilai-nilai keagamaan tetap hidup dalam masyarakat, dalam bentuk yang lebih adaptif,” pungkas Syafaat. (red)