BANYUWANGI | Jejakindonesia.id – Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Dr. H. Chaironi Hidayat, secara resmi mengukuhkan kepengurusan Kelompok Kerja (Pokja) Majelis Taklim Kabupaten Banyuwangi dalam suatu prosesi formal yang berlangsung pada Selasa siang, 20 Mei 2025, bertempat di aula Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Banyuwangi.
Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam, serta para pengurus majelis taklim dari berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten Banyuwangi.
Dalam sambutan pengarahannya, Dr. Chaironi menegaskan bahwa pembentukan Pokja Majelis Taklim memiliki dimensi strategis dalam penguatan peran majelis sebagai instrumen dakwah yang mengedepankan nilai-nilai kedamaian, inklusivitas, dan keteladanan sosial keagamaan di tengah dinamika masyarakat.
“Keberadaan Pokja ini tidak boleh dimaknai semata sebagai struktur formalitas. Ia harus menjadi forum koordinatif, validatif, dan kolaboratif dalam menggerakkan dakwah Islam yang mencerahkan dan berdampak langsung bagi umat,” ungkapnya.
Dalam konteks peningkatan permohonan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari sejumlah majelis taklim akhir-akhir ini, Dr. Chaironi menyoroti urgensi menjaga orientasi substansial majelis sebagai ruang edukatif dan spiritual, bukan semata-mata sebagai entitas administratif yang berorientasi pada fasilitas negara.
“Majelis taklim semestinya menjadi wahana transformasi nilai, bukan sumber kegaduhan sosial. Dakwah harus membumi, menyentuh, dan menjaga harmoni sosial,” tegasnya.
Lebih jauh, Kepala Kemenag menekankan pentingnya kehadiran Pokja sebagai jembatan komunikasi dan integrasi antar-majelis taklim, guna mencegah fragmentasi sosial keagamaan yang kontraproduktif. Ia juga menyinggung aspek penting dalam komunikasi dakwah, yakni pendekatan yang santun, humanis, serta berlandaskan pada prinsip ukhuwah dan maslahat bersama.
“Jika terdapat dua majelis yang saling menegasikan, maka perlu ditinjau kembali orientasi visinya. Pokja harus menjadi kekuatan moral yang menyatukan, bukan menciptakan polarisasi,” jelasnya.
Dalam refleksi historisnya, Dr. Chaironi mengangkat keteladanan generasi sahabat Rasulullah SAW, khususnya Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang menempatkan kepentingan umat di atas kepentingan emosional personal ketika menghadapi wafatnya Nabi Muhammad SAW. Narasi ini digunakan sebagai ilustrasi etis bahwa pengurus Pokja hendaknya mengedepankan tanggung jawab sosial dan kolektifitas keumatan dalam menjalankan fungsi dakwahnya.
Di akhir arahannya, ia mendorong kepengurusan Pokja yang baru dikukuhkan agar segera melaksanakan rapat kerja sebagai langkah awal konsolidasi program, yang mencakup antara lain pertemuan rutin, penyusunan kurikulum dakwah yang kontekstual, serta penyusunan materi keislaman yang mengedepankan nilai kemanusiaan, kebhinekaan, dan keadaban publik.
“Dakwah harus menjadi refleksi kasih sayang, bukan kendaraan ambisi pribadi. Jika semua pihak menjaga keikhlasan dan semangat kolaborasi, maka majelis taklim kita akan menjadi benteng akidah sekaligus katalisator persaudaraan di bumi Blambangan,” tutupnya.
Dengan dikukuhkannya kepengurusan Pokja Majelis Taklim Kabupaten Banyuwangi, diharapkan terbentuk ekosistem dakwah yang progresif, partisipatif, serta sejalan dengan prinsip rahmatan lil alamin, demi memperkuat ketahanan spiritual dan sosial masyarakat Banyuwangi secara menyeluruh.