Bekasi | Jejakindonesia.id – Perselisihan antara serikat pekerja PUK SPEE FSPMI dan manajemen PT. Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA) terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Ketua dan Sekretaris PUK SPEE FSPMI PT. YMMA, Selamet Bambang Waluyo dan Wiwin Zaini Miftah, masih belum menemui titik terang meski telah berlangsung lebih dari dua pekan.
Dukungan solidaritas dari buruh lintas serikat terus berdatangan, sementara berbagai upaya penyelesaian, mulai dari perundingan bipartit hingga mediasi oleh kepolisian, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi, DPRD Kabupaten Bekasi, dan Wakil Bupati Bekasi, belum membuahkan hasil.
Alih-alih mencari jalan tengah, manajemen PT. YMMA tetap bersikeras mempertahankan keputusan PHK. Sikap ini bertentangan dengan klaim perusahaan yang menyatakan keterbukaannya dalam menyelesaikan kasus melalui perundingan bipartit.
Persoalan ini semakin rumit dengan adanya perbedaan tafsir terkait Pasal 61 ayat 9 dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT. YMMA yang berbunyi:
“Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/karyawan atas dasar pengaduan pengusaha, setelah pengusaha mendapat surat pemberitahuan resmi dari pihak yang berwenang dalam hal ini Kepolisian dan/atau Kejaksaan, dengan ketentuan pekerja/karyawan berhak menerima Uang Penggantian.”
Kementerian Ketenagakerjaan RI melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja telah memberikan penjelasan melalui surat Nomor: 4/50/HI.00.01/III/2025 tertanggal 10 Maret 2025. Dalam surat itu, dinyatakan bahwa “PHK yang disebabkan karena dugaan pekerja melakukan tindak pidana tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan laporan kepada pihak yang berwajib.”
Namun, hingga saat ini, manajemen PT. YMMA terkesan mengabaikan pandangan tersebut. Sikap ini menimbulkan kesan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan tidak memiliki peran sebagai penafsir yang mengikat terhadap isi PKB.
Berbagai upaya yang dilakukan serikat pekerja terus menemui jalan buntu, sementara manajemen tetap teguh pada keputusannya. Sikap ini semakin memperjelas kontradiksi antara klaim perusahaan yang menyatakan keterbukaan terhadap perundingan bipartit dengan realitas di lapangan.
Hingga berita ini diturunkan, Kamis (13/3/2025), belum ada perkembangan signifikan dalam penyelesaian konflik ini.
(Haris Pranatha)