Banyuwangi, JejakIndonesia.id – Dunia pendidikan pesantren di Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, kembali tercoreng dengan insiden dugaan penganiayaan brutal yang menimpa seorang santri. Korban, AR (14), remaja asal Kabupaten Buleleng, Bali, dilaporkan dalam kondisi kritis setelah dianiaya oleh enam seniornya.
Kejadian memilukan ini terungkap terjadi pada 27 Desember 2024 sekitar pukul 22.00 WIB di lingkungan pesantren. Kapolresta Banyuwangi, Kombes Pol Rama Samtama Putra, mengungkapkan bahwa korban mengalami luka serius di bagian kepala, wajah, dan tubuh akibat aksi kekerasan tersebut.
“Korban mengalami luka diduga akibat penganiayaan yang dilakukan oleh seniornya sesama santri,” ujar Kombes Rama.
Kritik Tajam Terhadap Pesantren
Dugaan penganiayaan ini memicu pertanyaan besar tentang lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat pembentukan karakter. Menurut sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, kejadian seperti ini bukan pertama kali terjadi. Namun, banyak yang memilih bungkam karena takut akan pengaruh besar kiai yang memimpin pesantren tersebut.
“Insiden ini sering terjadi, tapi disembunyikan. Pengaruh kiai sangat besar, sehingga banyak yang tidak berani bicara,” ujar sumber tersebut.
AR, yang kini masih dalam kondisi kritis di rumah sakit, harus menjalani operasi akibat luka parah yang dideritanya. Pihak pesantren dikabarkan langsung melarikan korban ke rumah sakit setelah kejadian, tetapi respons ini dinilai terlambat oleh sebagian pihak karena penganiayaan sudah berlangsung beberapa waktu sebelum korban mendapatkan penanganan medis.
Polresta Banyuwangi bergerak cepat dengan mengamankan enam santri senior yang diduga terlibat dalam penganiayaan tersebut. Kasus ini kini dalam penyelidikan intensif untuk mengungkap motif dan kronologi kejadian.
“Kami sedang mendalami keterangan dari para terduga pelaku dan saksi untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi,” tambah Kombes Rama.
Kasus ini memicu kecaman dari berbagai kalangan. Banyak pihak menuntut transparansi dan keadilan bagi AR, serta mendesak agar pesantren tersebut dievaluasi secara menyeluruh.
“Kejadian ini harus menjadi momentum bagi aparat untuk membongkar praktik-praktik kekerasan di lembaga pendidikan. Tidak ada tempat bagi kekerasan, apalagi di lingkungan yang seharusnya mengajarkan nilai-nilai kebaikan,” ujar salah satu aktivis perlindungan anak di Banyuwangi.
Hingga berita ini diturunkan, korban masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Kondisinya yang kritis menjadi simbol luka besar yang harus segera diatasi, baik oleh pihak pesantren maupun sistem pendidikan di lingkungan keagamaan secara keseluruhan. (Tim)
Catatan Redaksi: Kasus ini masih dalam penyelidikan. Kami mengimbau semua pihak untuk menahan diri dari spekulasi dan menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum.