Banyuwangi, Jejakindonesia.id – Dunia pendidikan di Banyuwangi tengah menjadi sorotan tajam. Puluhan guru dan kepala sekolah dari berbagai SMP Negeri di wilayah ini diketahui meninggalkan tugas utama mereka untuk menghadiri peringatan HUT PGRI ke-79 dan Hari Guru Nasional di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pada 23 November 2024. Akibatnya, sejumlah sekolah memilih meliburkan atau mengalihkan kegiatan belajar-mengajar secara daring.
Padahal, Kepala Bidang Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, Alfian, telah menginstruksikan agar setiap sekolah hanya mengirimkan satu atau dua perwakilan untuk menghadiri acara tersebut. Ia menegaskan bahwa proses pembelajaran seharusnya tetap berjalan tanpa harus meliburkan siswa.
“Kami sudah mengimbau agar setiap sekolah hanya mengirimkan satu atau dua perwakilan untuk menghadiri kegiatan HUT PGRI ke-79 dan Hari Guru Nasional di Unesa, Surabaya. Kegiatan belajar-mengajar harus tetap berjalan seperti biasa, tidak boleh dialihkan ke daring atau diliburkan,” ujar Alfian.
Ia juga menambahkan bahwa kehadiran guru dalam acara seremonial tersebut tidak boleh mengorbankan hak siswa untuk mendapatkan pendidikan yang layak. “Kami ingin memastikan bahwa pembelajaran tetap menjadi prioritas utama. Kalau ada sekolah yang memberangkatkan rombongan besar hingga meliburkan siswa, itu di luar arahan yang sudah kami sampaikan,” tegasnya.
Namun, kenyataan di lapangan berkata lain. Dari laporan yang diterima, sejumlah sekolah justru memberangkatkan rombongan besar, menggunakan bus hingga kendaraan kecil. Berikut daftar kendaraan yang digunakan oleh peserta:
PC Banyuwangi: 1 bus dengan 50 peserta
SMPN 4 Banyuwangi: 1 bus
SMPN 1 Glenmore: 1 bus
SMPN 1 Banyuwangi: 1 bus
PC Kabat: 1 bus dengan 36 peserta
Ranting SMPN 1 Kabat: 1 bus
Ranting SMPN 2 Banyuwangi: 1 HiAce dengan 14 peserta
Ranting SMPN 1 Siliragung: 1 bus dengan 40 peserta
SMPN 2 Gambiran: 1 Innova dengan 6 peserta
SMPN 3 Srono: 1 Elf dengan 12 peserta
SMPN 3 Glenmore: 1 Elf dengan 12 peserta
SMPN 3 Bangorejo: 1 Elf Long dengan 19 peserta
Total rombongan yang hadir cukup mencengangkan, mengingat pentingnya peran guru dalam mendampingi siswa selama kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah menghadiri kegiatan seremonial lebih penting daripada memastikan hak belajar siswa tetap terpenuhi? Ironisnya, kegiatan yang seharusnya menjadi momen refleksi atas peran guru justru menimbulkan kerugian bagi siswa.
Orang tua siswa juga mulai angkat bicara. Beberapa dari mereka menyayangkan keputusan ini, menilai bahwa ketidakhadiran para guru dan kepala sekolah berdampak langsung pada kelangsungan pembelajaran anak-anak mereka.
Perlu diingat, dedikasi seorang guru adalah mendampingi siswa, bukan hanya menghadiri acara seremonial. Ke depan, diharapkan Dinas Pendidikan Banyuwangi dapat mengambil langkah tegas untuk menghindari kejadian serupa, agar dunia pendidikan di Banyuwangi tidak kehilangan arah dan tetap fokus pada kualitas pembelajaran siswa.
Redaksi: Koko