Banyuwangi – Jejakindonesia.id | Dunia penegakan hukum kembali tercoreng. Seorang advokat bernama Supriyadi, S.H., M.H., C.Md., C.MSP justru menjadi korban dugaan kriminalisasi oleh Kapolsek Siliragung dan Kanit Reskrim Polsek Siliragung, dalam perkara yang sejatinya murni bersifat perdata dan terkait hubungan kuasa hukum antara advokat dan kliennya.
Dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: B/236/VI/2025/Reskrim tertanggal 16 Juni 2025, Polsek Siliragung menyatakan bahwa penyidikan dimulai terhadap Supriyadi atas dugaan tindak pidana penadahan (Pasal 480 KUHP), padahal tindakan yang dilakukan advokat tersebut jelas merupakan pelaksanaan kuasa hukum dari kliennya yakni Bangkit Suharianto, untuk mencari kendaraan yang diduga digelapkan oleh seseorang bernama Bayu Saputra.
“Ini adalah bentuk nyata dari kriminalisasi profesi advokat. Klien kami hanya menjalankan amanat profesinya. Mengapa bisa seorang advokat dikriminalisasi hanya karena membantu kliennya menelusuri hak miliknya yang sah?” tegas Nurul Safii, S.H.M.H.
Advokat Supriyadi diketahui menerima kuasa secara lisan pada 24 November 2024 yang kemudian diperkuat dengan dokumen pendukung seperti KTP, STNK, dan foto kendaraan. Komunikasi tersebut dilakukan melalui sambungan video call dan disaksikan oleh asistennya Supriyadi,hal ini menunjukkan bahwa hubungan kuasa hukum berjalan aktif dan sah secara hukum.
Namun alih-alih memeriksa substansi kuasa dan tugas profesi advokat, penyidik Polsek Siliragung justru menjerat advokat tersebut seolah-olah terlibat dalam pidana penadahan, tanpa terlebih dahulu memeriksa unsur mens rea, niat jahat, maupun keuntungan pribadi yang diperoleh.
“Di mana profesionalisme penyidik? Mengapa seorang advokat yang tidak menerima uang satu rupiah pun justru dituduh sebagai pelaku pidana? Bukankah ini pelanggaran serius terhadap prinsip due process of law dan perlindungan terhadap profesi?” tegas Nurul Safii selaku Penasehat Hukum dari Supriyadi
Fakta yang mengejutkan, hingga kini Supriyadi justru menggunakan uang pribadi sekitar Rp10 juta untuk membantu pencarian kendaraan, sedangkan kliennya belum membayar satu sen pun. Bahkan saat kendaraan akan dikembalikan pada 26 November 2024, klien (Bangkit Suharianto) hanya menawarkan Rp1,5 juta sampai Rp3 juta, jauh dari kesepakatan awal Rp15 juta.
“Ini jelas bukan motif mencari keuntungan, tapi dedikasi profesi. Tapi mengapa Kapolsek dan Kanit Reskrim justru memaksakan pasal 480 KUHP terhadap Supriyadi selaku seorang advokat yang sedang membela hak orang lain?” tegas Nurul Safii.
Para pemerhati hukum kini menyoroti tajam kasus ini. Dikhawatirkan, jika tindakan Kapolsek dan Kanit Reskrim Siliragung ini dibiarkan, maka profesi advokat di Indonesia bisa terus-terusan menjadi korban kriminalisasi oleh aparat penegak hukum yang tidak memahami batas kewenangan dan perlindungan profesi dalam Pasal 16 UU Nomor 18 tahun 2003 TentangAdvokat.
“Kami mendesak Kapolresta Banyuwangi dan Propam Polda Jawa Timur untuk segera turun tangan dan mengevaluasi tindakan Kapolsek dan Kanit Reskrim Siliragung yang berpotensi mencoreng institusi kepolisian itu sendiri,” pungkas Nurul Safii. (red)