BANYUWANGI | jejakindonesia.id — Kabupaten Banyuwangi kembali menunjukkan kepemimpinan progresifnya dalam isu perlindungan anak. Pada Rabu (18/06/2025), SMPN 3 Banyuwangi menjadi titik fokus Verifikasi Lapangan Tahap III dalam rangka Penilaian Pencegahan Perkawinan Anak (PPA Award) tingkat Provinsi Jawa Timur.
Turut hadir dalam kegiatan ini sejumlah tokoh kunci yang selama ini menjadi pilar kolaborasi di Banyuwangi, seperti Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB), Kepala Kemenag Banyuwangi Dr. H. Chaironi Hidayat, dan Ketua Pengadilan Agama Banyuwangi.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, hadir langsung dan memberikan dukungan penuh terhadap upaya yang telah dirintis bersama lintas sektor. Dalam sambutannya, Ipuk menegaskan bahwa pencegahan perkawinan anak bukan sekadar program pemerintah, tetapi gerakan kolektif seluruh elemen masyarakat
“Ini bukan hanya kerja pemerintah. Ini adalah tanggung jawab kita bersama. Mencegah perkawinan anak, berarti menjaga masa depan bangsa,” tegas Ipuk.
Mereka bersama-sama menandatangani Deklarasi dan Kesepakatan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak, menegaskan komitmen untuk menolak segala bentuk perkawinan usia dini, memperluas edukasi publik, dan memperkuat layanan konseling, advokasi hukum, serta pemberdayaan keluarga dan sekolah.
Sebagai bagian dari gerakan simbolik, diluncurkan pula kampanye “Gadis Tangguh”, sebuah inisiatif untuk membangun ketahanan mental dan sosial remaja putri agar mampu menolak tekanan lingkungan dan budaya yang mendorong pernikahan dini.
Verifikasi kali ini, dihadiri langsung oleh perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Dr. Tri Wahyu Liswati, M.Pd., dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A). Dalam paparannya, ia mengapresiasi Banyuwangi sebagai salah satu dari lima kabupaten/kota dengan capaian terbaik dalam inovasi pencegahan perkawinan anak di Jawa Timur.
“Kami melihat banyak praktik baik di Banyuwangi, mulai dari penguatan regulasi lokal hingga pendekatan berbasis komunitas. Tapi yang paling penting adalah keberlanjutan dan konsistensi,” ujar Tri Wahyu.
Ia juga menyoroti pentingnya membendung praktik dispensasi kawin melalui pengadilan, yang masih menjadi celah dalam sistem perlindungan anak. Menurutnya, pendekatan yang humanis dan persuasif jauh lebih efektif dibandingkan tindakan legal-formal semata.
Menutup sambutannya, Tri Wahyu menyampaikan pesan mendalam dan menggugah banyak pihak. “Pelaminan bukan tempat bermain. Anak-anak harus tumbuh, belajar, dan mengukir masa depan, bukan dinikahkan sebelum waktunya,” pungkasnya.
Verifikasi ini menjadi bagian akhir dari proses penilaian PPA Award tingkat provinsi, yang sekaligus menjadi tolak ukur komitmen dan efektivitas daerah dalam menekan angka perkawinan anak. Pemkab Banyuwangi berharap, semua inovasi dan kerja keras lintas sektor selama ini tidak hanya membuahkan penghargaan, tetapi juga menghasilkan generasi yang lebih kuat, berpendidikan, dan terlindungi.
Sebagai kabupaten yang dikenal dengan pendekatan inovatif dalam sektor kesehatan, pendidikan, dan sosial, Banyuwangi kini memperkuat perannya sebagai role model nasional dalam perlindungan hak anak. Sekaligus membuktikan bahwa perubahan bukan sekadar slogan, melainkan gerakan nyata yang melibatkan semua lapisan masyarakat. (rag)