BANYUWANGI – Fenomena arisan bodong kembali memakan korban. Kali ini, seorang warga Banyuwangi, Diah Tri Utami, menjadi salah satu korban skema arisan yang dikemas secara rapi namun bermuatan jebakan finansial. Ia tidak hanya dirugikan secara materi, namun juga harus menanggung beban psikologis akibat tekanan dari pihak yang mengaku sebagai “donatur pinjaman.”
Dari Arisan ke Skema Penipuan
Berdasarkan keterangan kuasa hukum Diah, Supriyadi, S.H., M.H., C.MD., C.MSP., praktik ini bermula dari kegiatan arisan yang dijalankan oleh seseorang berinisial W. Awalnya, arisan berjalan sebagaimana mestinya. Namun lambat laun, sistem mulai berubah: peserta diminta menyetorkan dana lebih besar, dijanjikan giliran lebih cepat, dan bahkan diminta mencarikan anggota baru agar dananya tetap berputar.
“Modusnya sangat halus, seperti arisan biasa. Tapi belakangan berubah menjadi skema ponzi, di mana dana dari anggota baru digunakan untuk membayar giliran anggota lama. Tidak ada pencatatan yang rapi, tidak ada transparansi dana. Ini bukan lagi arisan, tapi penghimpunan dana ilegal,” tegas Supriyadi.
Donatur atau Rentenir Terselubung?
Dalam kondisi ekonomi yang semakin mendesak, Diah sempat menerima bantuan dana dari pihak lain yang mengaku sebagai “donatur pinjaman.” Namun di balik istilah dermawan itu, tersimpan skema tekanan bertubi-tubi: Diah diminta membayar angsuran bulanan dengan jumlah tetap, disertai ancaman sosial dan pembatasan akses arisan jika tidak membayar.
“Donatur itu sesungguhnya bukan pemberi hibah, tapi pemberi pinjaman ilegal. Tidak ada dasar hukum, tidak ada perjanjian resmi, tapi ditagih seolah-olah Diah adalah debitur. Ini adalah penyalahgunaan istilah donasi untuk menjerat korban,” tambah Supriyadi.
Aspek Hukum: Bisa Dijerat Pidana
Dari tinjauan hukum, arisan bodong dapat dijerat melalui:
Pasal 378 KUHP (Penipuan),
Pasal 372 KUHP (Penggelapan),
UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK, khususnya jika dana masyarakat dihimpun tanpa izin.
Sementara donatur pinjaman dapat dikategorikan sebagai:
Kegiatan perbankan ilegal, jika memberi pinjaman dengan sistem bunga tanpa izin,
Eksploitasi ekonomi jika disertai tekanan, intimidasi, atau pembatasan sosial.
“Kami sedang menyusun laporan untuk disampaikan ke OJK dan Satgas Waspada Investasi, karena praktik ini sudah menimbulkan kerugian dan berpotensi menyasar korban lainnya,” ujar Supriyadi.
Edukasi dan Pencegahan
Kantor Hukum Mahardhika & Partners, tempat Supriyadi bernaung, menyerukan pentingnya edukasi masyarakat agar tidak terjerat dalam skema arisan palsu atau pinjaman berkedok donatur.
“Jika ada seseorang yang menawarkan arisan atau bantuan dana, pastikan ada transparansi, catatan keuangan, dan itikad baik. Jangan segan bertanya dan meminta legalitas. Jangan juga sungkan untuk berkonsultasi dengan advokat jika merasa dirugikan,” pungkasnya.