Banyuwangi – Jejakindonesia.id | Dunia pendidikan kembali diguncang. Lembaga Pemantau Bantuan Investigasi (LPBI) INVESTIGATOR secara resmi melayangkan peringatan keras dan permintaan klarifikasi kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Bangorejo, Kabupaten Banyuwangi, atas dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan penyalahgunaan kewenangan yang berpotensi melanggar hukum.
Surat resmi dengan nomor 011/LPBI-INV/PEND/V/2025 menyebutkan bahwa LPBI menerima aduan masyarakat terkait penahanan hak akademik seorang siswi, Ava Ayuki Azzorra, yang tidak diberikan Kartu Ujian karena belum melunasi iuran di luar ketentuan resmi negara, seperti uang gedung dan SPP.
“Tindakan ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai nilai-nilai keadilan sosial dan konstitusi negara,” tegas Eko Budiyanto, S.H., Direktur Regional LPBI INVESTIGATOR Jawa Timur.
Dalam temuan LPBI, terindikasi kuat bahwa pihak sekolah tidak transparan dalam mengelola dana pendidikan yang bersumber dari BOS, PIP, maupun APBD. Komite sekolah yang seharusnya menjadi perwakilan aspirasi justru diduga terlibat aktif dalam penarikan dana wajib yang memberatkan peserta didik dari keluarga tidak mampu.
Tindakan pihak sekolah dinilai melanggar:
Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945 – Hak warga negara atas pendidikan.
UU No. 20 Tahun 2003 – Larangan diskriminasi dan tekanan ekonomi di dunia pendidikan.
Permendikbud No. 75 Tahun 2016 – Komite sekolah dilarang memungut dana wajib.
Pasal 368 dan 423 KUHP – Pemerasan dan penyalahgunaan jabatan.
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 – Ancaman pidana maksimal 20 tahun bagi penyelenggara negara yang memaksa pemberian dana ilegal.
SE Gubernur Jatim No. 420/3346/101.1/2020 – Sekolah wajib membebaskan siswa miskin dari segala pungutan.
LPBI INVESTIGATOR memberi waktu 5 (lima) hari kerja kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Bangorejo untuk menyampaikan klarifikasi resmi. Bila tidak diindahkan, LPBI menyatakan akan melanjutkan pelaporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman RI, Kejaksaan Negeri Banyuwangi, dan membuka kasus ini ke publik melalui jejaring media nasional.
> “Pendidikan bukan alat pemerasan. Kami pastikan tidak ada lagi anak bangsa kehilangan masa depan hanya karena tak mampu membayar pungutan ilegal,” pungkas Eko Budiyanto.
LPBI mengingatkan bahwa praktik pungli di sektor pendidikan telah menjerat banyak kepala sekolah ke meja hijau:
SMPN 5 Mandau, Riau (2023): Kepala sekolah divonis 4 tahun penjara.
SMPN 10 Batam (2019): Lima staf dipidana karena pungli dalam PPDB.
SDN Kota Serang (2024): Kepala sekolah dihukum 2 tahun penjara atas pungli dana PIP.
LPBI INVESTIGATOR menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk tidak menoleransi segala bentuk pungli di dunia pendidikan. Negara telah menjamin pendidikan sebagai hak dasar, bukan ruang bagi pemerasan birokratis yang merugikan rakyat kecil. (tfq)