Mandailing Natal | jejakindonesia.id – Mandailing Natal kembali menjadi sorotan terkait sengketa keterbukaan informasi di desa. Muhammad Amarullah, aktivis transparansi publik, memberikan kritik tajam terhadap APDESI Madina yang dianggap belum memahami UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Amarullah menegaskan bahwa masyarakat berhak mendapatkan akses informasi terkait penggunaan dana desa, sesuai amanat hukum. Menurutnya, APDESI yang mempertanyakan permintaan informasi dari warga luar desa, justru menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap prinsip keterbukaan yang harus universal.
Ketua APDESI Madina, Miswaruddin, menyebut permintaan informasi terlalu rinci dan seperti audit internal. Namun, Amarullah membantah perbandingan itu, menegaskan bahwa permintaan tersebut adalah hak pengawasan warga atas anggaran publik.
Lebih jauh, Amarullah menjelaskan bahwa keterbukaan informasi tidak mengenal batas wilayah geografis. Dana desa yang berasal dari APBN dan APBD harus transparan untuk seluruh warga negara, bukan hanya warga desa bersangkutan.
Sikap positif ditunjukkan Amarullah atas imbauan Sekretaris APDESI, Zulham Riadi, yang mengajak kepala desa terbuka dan berkoordinasi dalam merespon permintaan informasi. Namun, Amarullah mengingatkan bahwa pemahaman hukum harus mandiri dan tidak hanya bergantung pada asosiasi.
Ia menutup pernyataannya dengan ajakan agar kepala desa melihat keterbukaan informasi sebagai peluang memperkuat kepercayaan masyarakat dan mencegah tuduhan negatif. “Transparansi adalah fondasi pemerintahan yang bersih dan dipercaya,” pungkas Amarullah.
(Magrifatulloh).