Banyuwangi | jejakindonesia.id – Kesenian tradisional yang nyaris punah, Jaran Paju Gandrung, kembali memikat publik dalam sebuah hajatan khitanan di Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi, pada Senin (21/04/2025) sore. Penampilan yang langka ini tak hanya menghibur, tapi juga membangkitkan memori kolektif masyarakat terhadap warisan budaya yang hampir terlupakan.
Jaran Paju Gandrung, sebuah pertunjukan kuda menari yang mengikuti alunan musik tradisional gandrung, dulu sangat populer dalam berbagai acara adat masyarakat Osing Banyuwangi. Namun seiring waktu, pertunjukan ini semakin jarang ditemukan akibat keterbatasan kuda terlatih serta menurunnya minat generasi muda.
Menariknya, kali ini sang tuan rumah lebih memilih untuk menghidupkan kembali kesenian klasik tersebut, alih-alih menggelar pertunjukan Jaranan atau Barong yang lebih umum. Keputusan ini disambut antusias, tidak hanya oleh masyarakat sekitar, tapi juga oleh para pelaku seni tradisional.
Salah satu tokoh penting dalam acara ini adalah Rudi Hartono, seniman Jaran Paju Gandrung yang mewarisi tradisi ini dari almarhum ayahnya. Ia mengaku haru dan bangga bisa kembali menampilkan kesenian yang telah lama vakum dari panggung-panggung rakyat.
“Perkembangan zaman membuat kesenian ini semakin terpinggirkan. Dulu kami sering tampil di berbagai acara, sekarang bisa dibilang hampir punah. Pertunjukan ini seperti reuni kecil bagi kami para pelaku seni,” ujar Rudi, kepada awak media pada Selasa (22/04/2025) siang.
Setidaknya 11 ekor kuda yang telah dilatih khusus tampil memukau dalam pertunjukan tersebut. Mereka menari selaras dengan dentingan musik gandrung, memamerkan harmoni antara binatang dan seni budaya yang telah terasah selama bertahun-tahun.
Para peserta tidak hanya datang dari Kecamatan Giri, tetapi juga dari Genteng, Kabat, Banyuwangi Kota, hingga Kalipuro. Ini merupakan bukti, bahwa semangat pelestarian budaya masih menyala di berbagai penjuru daerah.
“Kami sangat senang bisa kembali tampil. Ini bukan hanya hiburan, tapi juga bentuk tanggung jawab kami dalam menjaga kesenian yang telah diwariskan oleh leluhur,” ungkap Rudi.
Antusiasme masyarakat pun tak terbendungkan. Warga tumpah ruah menyaksikan pertunjukan dari awal hingga akhir, mengabadikan momen langka ini sebagai kenangan dan harapan akan bangkitnya kembali Jaran Paju Gandrung.
Kehadiran kesenian ini di tengah-tengah masyarakat bukan sekadar nostalgia, melainkan pernyataan bahwa warisan budaya Banyuwangi masih hidup dan layak untuk terus dirawat.
(rag)