Banyuwangi | Jejakindonesia.id – Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta secara resmi mengemukakan rencana pembukaan dua program studi baru yang akan diselenggarakan di Kabupaten Banyuwangi. Inisiatif ini ditandai melalui penyelenggaraan forum akademik dan diskusi terbuka yang menghadirkan Rektor ISI Surakarta, Dr. I Nyoman Sukerna, S.Kar., M.Hum., bersama lebih dari 60 seniman, budayawan, dan pemangku kepentingan lokal.
Adapun dua program studi yang direncanakan akan dibuka mulai September 2025 tersebut ialah Etno-Psikologi dan Pendidikan Seni Berbasis Kawasan Unggulan (PSBKU). Kegiatan perkuliahan dijadwalkan berlangsung di gedung eks-Kantor ATR/BPN Banyuwangi yang berlokasi di Jalan dr. Soetomo. Rencana strategis ini dipandang sebagai embrio pendirian institusi pendidikan tinggi seni negeri di kawasan timur Pulau Jawa, yang berpotensi memperkuat pelestarian dan pengembangan budaya lokal.(11/04/25).
Dalam sambutannya, Dr. Sukerna menekankan pentingnya kehadiran perguruan tinggi seni negeri di wilayah yang memiliki kekayaan budaya seperti Banyuwangi. Ia menyatakan bahwa lembaga pendidikan seni bukan hanya berfungsi sebagai wahana transfer ilmu, melainkan juga sebagai institusi pelindung dan pengembang budaya bangsa. “Banyuwangi memiliki posisi strategis dalam peta kebudayaan nasional, dan sangat layak menjadi bagian dari jaringan perguruan tinggi seni negeri,” ujarnya.
Model pembelajaran yang akan diimplementasikan dalam program ini dirancang dengan prinsip kolaboratif. Tidak hanya melibatkan tenaga pengajar dari ISI Surakarta, pelaksanaan pendidikan juga akan mengintegrasikan kontribusi dari pelaku seni lokal, guru seni budaya, serta alumni institusi seni yang berasal dari Banyuwangi. Menurut Dr. Sukerna, pendekatan tersebut merupakan bentuk rekognisi terhadap sumber daya lokal yang otentik dan relevan secara kultural.
Forum turut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting dalam ekosistem seni dan budaya Banyuwangi, antara lain Ketua Dewan Kesenian Belambangan Hasan Basri, budayawan Samsudin Adlawi dan Aekanu Haryono, serta para penggiat Lentera Sastra Banyuwangi seperti Syafaat, Nurul Ludfia Rochmah, dan Nur Kholifah. Kehadiran seniman senior seperti Yon DD, Punjul Ismuwardoyo, dan Pramoe Soekarno semakin memperkuat legitimasi wacana ini sebagai langkah bersama lintas generasi.
Dalam kesempatan tersebut, ISI Surakarta juga menyampaikan apresiasi terhadap dukungan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui program “Banyuwangi Cerdas”, yang telah memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melanjutkan studi pascasarjana di ISI Surakarta. Program tersebut dinilai berkontribusi pada regenerasi sumber daya manusia yang kompeten di bidang seni dan budaya.
Sebagai bagian dari kebijakan inklusif, ISI Surakarta akan membuka jalur Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) untuk para seniman yang telah lama berkarya namun belum menempuh jalur pendidikan formal. Kebijakan ini dinilai sebagai wujud pengakuan institusional terhadap pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh secara nonformal.
Guru Besar ISI Surakarta, Prof. Dr. Bambang Sunarto, S.Sen., M.Sn., menyampaikan harapan agar inisiatif pendirian kampus seni di Banyuwangi ini dapat tumbuh menjadi institusi mandiri yang berakar kuat pada nilai-nilai kultural lokal. “Banyuwangi adalah lahan yang subur bagi tumbuhnya ekspresi dan inovasi budaya. Dengan pendekatan visioner, kita dapat membangun institusi seni yang khas dan berdaya saing,” tegasnya.
Forum ditutup dengan pernyataan penting dari Dr. Sukerna mengenai urgensi perumusan identitas kampus yang kontekstual dan representatif terhadap nilai-nilai lokal. “Pendirian kampus ini bukan sekadar perluasan geografis, tetapi perwujudan dari semangat penciptaan dan pemikiran seni yang berpijak pada tradisi Blambangan. Penamaan institusi pun hendaknya mencerminkan ruh lokal yang autentik,” pungkasnya.