Banyuwang | Jejakindonesia.id – Rangkain ritual Barong Ider Bumi Desa Kemiren Banyuwangi. Sepanjang perjalanan sambil melakukan pembacaan macapat atau tembang yang terserat dalam lontar yusuf yang merupakan bentuk doa kepada Tuhan dan mantera untuk roh nenek moyang.
Dalam prosesi arak-arakan pemimpin ritual melakukan sembur uthik- uthik (salah satu sarana ritual, berupa beras kuning, bunga dan uang koin, yang dilempar-lemparkan dalam rangkaian ritual) diikuti, tokoh adat dan tamu undangan.
Suku Osing Banyuwangi sangat menyakini perihal mitos yang berkaitan dengan ritual selamatan bersih desa yakni Tradisi Ider Bumi atau Barong Ider Bumi. Tradisi ini merupakan salah satu ritual tahunan oleh Suku Osing di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi.
Tradisi ini rutin dilaksanakan pada bulan Syawal, tepatnya pada hari kedua Lebaran Idul Fitri, untuk tahun ini bertepatan dengan tanggal 1 April 2025
Sebuah upacara yang ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur atas keselamatan masyarakat desa yang juga bisa disebut sebagai Ritual Pengusir pagebluk ( Tolak Bala ).
Tradisi Barong Ider Bumi sangat antusias disambut oleh ribuan masyarakat Osing karena terkait dengan keyakinan akan keberadaan Danyang Desa Kemiren yakni Buyut Cili.
Ritual Idher Bumi dimulai dari peristiwa yang terjadi sekitar tahun 1800-an. Pada saat itu Desa Kemiren terserang Pageblug atau Blindeng dalam Bahasa Kemiren. Pageblug adalah sebuah keadaan bencana tiba-tiba yang menjadi momok bagi sebagian besar Masyarakat Jawa.
Suhaimi selaku tokoh masyarakat adat Desa Kemiren, menyampaikan bahwa ritual adat Barong Ider Bumi ini dipercaya pertama kali muncul sekitar tahun 1840 an. Saat itu di Desa Kemiren sedang terserang wabah yang berimbas pada banyak warga yang menjadi korban. Tak jarang warga pun mengalami gagal panen karena tanaman diserang hama.
“Kemudian muncul masa packelik juga dengan waktu yang sangat panjang sehingga sesepuh desa kala itu meminta saran kepada Mbah Buyut Cili yang dipercaya sebagai leluhur Desa Kemiren.
Melalui mimpi diterima wangsit yang mengisyaratkan masyarakat Desa Kemiren diharuskan mengadakan upacara slametan dan arak-arakan yang melintasi jalan desa.
Warga desa diminta melakukan arak-arakan Barong digambarkan sosok mahluk bermahkota yang memiliki sayap bisa menjaga desa, sebagai penolak bala yang dilakukan keliling kampung,” tutur Suhaimi.
Arifin selaku Kepala Desa Kemiren, mengemukakan rasa syukur atas terlaksananya ritual tahun ini meskipun dalam kondisi hujan.
“Kami tetap bersyukur karena hujan adalah anugerah dari yang Maha Kuasa,” ujarnya.
Arifin mengatakan ritual Barong Ider Bumi merupakan bagian dari upaya pelestarian adat dan budaya.
“Ini merupakan kewajiban kami untuk melestarikan budaya leluhur, ke depan kami berharap tradisi ini tetap dilestarikan oleh generasi muda, sehingga budaya dan adat istiadat Osing tetap lestari,” katanya.
Saat gamelan mulai dimainkan, barong siap diarak keliling desa dengan iringan masyarakat yang mengenakan pakaian adat, arak-arakan dimulai dari sisi timur Desa Kemiren menuju bagian barat, menempuh jarak sekitar 2 km.
Sepanjang perjalanan, tokoh adat melakukan tradisi sembur uthik-uthik, yaitu menebarkan sekitar 999 koin logam yang dicampur dengan beras kuning dan berbagai macam bunga sebagai simbol penolak bala.
Puncak acara ditandai dengan kenduri massal, di mana warga duduk bersama di sepanjang jalan desa, menikmati hidangan khas Banyuwangi, pecel pithik yang disajikan secara beramai-ramai, pungkasnya.
Sementara menurut Haidi Bing salah satu tokoh budaya desa adat Kemiren , kami mengucapkan syukur Alhamdulillah kita semua dapat berkumpul disini menghadiri ritual Barong Ider Bumi yang termasuk salah satu event Banyuwangi Festival 2025.
“Alhamdulillah, tradisi turun-temurun yang melahirkan masyarakat guyup rukun damai ini masih lestari dan semoga kelak diwarisi oleh generasi muda penerusnya, “urai Haidi
“Kemiren sudah lama menjadi jantung budaya Banyuwangi. Ke depan, kiranya ini tetap dilestarikan oleh generasi muda, sehingga budaya dan adat istiadat Osing tetap lestari,” ungkapnya.
“Ke depan, kiranya ini tetap dilestarikan oleh generasi muda, sehingga budaya dan adat istiadat Using Banyuwangi tetap lestari,” harapnya.