Opini – Jejakindonesia.id | Sering kita dengar bahkan kita jumpai beberapa orang berkata bahwa kita sebagai warga negara bebas berpendapat dan menyuarakan aspirasi, hal ini benar adanya namun banyak yang lupa bahwa bebas itu juga ada batasannya.
Menurut Undang – Undang Dasar 1945 dimana juga sebagai konstitusi dan sumber hukum tertinggi di Indonesia atau menjadi landasan bagi sistem hukum nasional dan perwujudan ideologi Pancasila. Jadi isi dari Undang – Undang lain tidak boleh menabrak dari Undang – Undang Dasar 1945.
Berbicara tentang kebebasan berpendapat, hal ini juga tertuang dalam UUD 1945 pasal 28 mengatur hak – hak asasi manusia ( HAM ). Pasal ini mengalami amandemen menjadi pasal 28 A – 28 J setelah sidang umum MPR pada 14 – 21 Oktober 1999.
Memahami aturan tentu seharunya tidak boleh setengah – setengah. Artinya harus utuh atau runut dari konsideran hingga penjelas. Layaknya Pasal 28 J ayat (2 ) UUD 1945 ini sering tertinggal untuk dibaca dan dimengerti.
Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 berbunyi, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang”. tentunya disini kebebasan itu tidak diperbolehkan melanggar Undang – Undang yang sudah ada dan berlaku di negara hukum Indonesia ini. Contohnya sepertli melanggar Undang – Undang ITE, penyebaran berita bohong, menghina dan merugikan orang lain dari apa yang dilakukan dan beberapa aturan yang lain. Tentu semua itu ada ranah atau tempat yang tepat. Aturan itu tidak hanya berlaku bagi pejabat, namun semua dianggap sama kedudukannya dihadapan hukum.
Bebas dan merdekalah atas ide – ide, gagasan, bahkan suara kita namun tetap dalam menjunjung tinggi dan taat terhadap hukum. Bijak berkata, bijak berpikir, bijak mengetik adalah kritik yang elegan.
Adv. Veri Kurnuawan S.ST.,S.H