Bogor, JejakIndonesia.id – Pernyataan kontroversial yang dilontarkan Penjabat (PJ) Bupati Bogor, Bachril Bakri, terkait rendahnya Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di Kabupaten Bogor menuai kecaman keras dari berbagai kalangan, terutama para ulama, kyai, dan santri. Bachril mengasumsikan bahwa rendahnya angka RLS disebabkan oleh banyaknya siswa yang memilih berhenti sekolah dan masuk pondok pesantren.

“Kemungkinan masalah RLS banyak yang putus sekolah setelah SMP, karena mereka langsung masuk pesantren,” ujar Bachril kepada wartawan, Sabtu (1/2/25).
Pernyataan tersebut dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap sistem pendidikan pesantren yang selama ini menjadi benteng moral dan keilmuan di masyarakat. Para ulama dan santri merasa keberatan dengan insinuasi bahwa pendidikan pesantren dianggap sebagai penyebab rendahnya angka pendidikan formal.
Ketua Divisi Hukum Rumah Santri, ADV. H.Sukarman, S.Pd.I, SH.MH. (King Jabar), menegaskan bahwa pernyataan Bachril telah mencederai marwah pesantren dan mencerminkan ketidakpahamannya terhadap keberagaman sistem pendidikan di Indonesia.
“Pada prinsipnya, di negara kita berlaku tiga konsekuensi hukum: hukum adat, hukum agama, dan hukum negara. Apa yang disampaikan PJ Bupati adalah bentuk penghinaan terhadap hukum agama yang mengakui keberadaan pesantren sebagai institusi pendidikan yang sah,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa segala tindakan memiliki konsekuensi, sesuai dengan filosofi hukum: sebab akibat, tanam tuai, demi masa (waktu).
“Kami menuntut PJ Bupati Bogor untuk segera meminta maaf secara terbuka kepada para ulama, kyai, ustaz, dan santri, serta bertanggung jawab atas ucapannya dengan mengundurkan diri dari jabatannya,” tegasnya.
Gerakan protes dari kalangan santri dan ulama semakin menguat. Mereka menegaskan bahwa perjuangan untuk membela martabat pesantren bukan sekadar retorika, melainkan panggilan moral dan spiritual.
“Lebih baik mati dalam perjuangan untuk membela ulama, kyai, ustaz, dan santri. It’s Kariman au Maut Syahidan,” pungkas King Jabar. (Tim)