Banyuwangi, JejakIndonesia.id — Dugaan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang melibatkan seorang anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi berinisial SA, dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menyita perhatian publik. SA dilaporkan oleh istrinya, KR, ke pihak kepolisian atas tuduhan kekerasan yang telah dialaminya. Kasus ini diungkap dalam sebuah konferensi pers di Cafe Kemunir, Banyuwangi, pada Senin (6/01/2024).
Konferensi pers tersebut dipimpin oleh Angga Kurniawan, S.H., kuasa hukum KR, yang menegaskan bahwa laporan kliennya didasarkan pada Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Angga menjelaskan bahwa undang-undang ini memberikan landasan hukum yang kuat untuk melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam keterangannya, Angga merinci sanksi pidana yang tercantum dalam Pasal 44 UU PKDRT, di antaranya:
- Ayat (1): Hukuman penjara maksimal 5 tahun atau denda hingga Rp15 juta bagi pelaku kekerasan fisik.
- Ayat (3): Jika korban meninggal dunia, pelaku dapat dipenjara hingga 15 tahun atau didenda maksimal Rp45 juta.
- Ayat (4): Kekerasan psikis dengan dampak minimal dapat dikenakan pidana hingga 4 bulan atau denda maksimal Rp5 juta.
Menurut Angga, laporan ini menjadi langkah KR untuk keluar dari lingkaran kekerasan yang selama ini dialaminya. Ia menegaskan bahwa keberanian korban untuk melapor harus diapresiasi, mengingat kasus serupa sering kali dibiarkan berlalu tanpa penyelesaian hukum yang adil.
“Kami berharap proses hukum berjalan transparan dan adil, tanpa memandang status atau jabatan pelaku,” tegas Angga.
Kasus ini memantik respons keras dari masyarakat. Sebagai pejabat publik, SA dinilai telah mencoreng kepercayaan rakyat dan semestinya memberikan teladan, bukan malah terlibat dalam tindakan yang melanggar hukum.
Beragam organisasi masyarakat dan pemerhati hak asasi manusia turut menyuarakan desakan agar penegakan hukum dilakukan tanpa diskriminasi. Tagar seperti #NoViralNoJustice dan #TindakTegasSA ramai digunakan di media sosial untuk menekan pihak berwenang agar bertindak cepat dan adil.
Hingga berita ini ditulis, pihak kepolisian masih memproses laporan yang diajukan oleh KR. Namun, belum ada tanggapan resmi dari SA atau pihaknya terkait tuduhan tersebut.
“UU PKDRT bertujuan melindungi korban dan menciptakan efek jera kepada pelaku. Kami berharap semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” tutup Angga.
Kasus ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum di Banyuwangi untuk menunjukkan komitmen mereka dalam menangani kasus KDRT tanpa memandang status sosial atau politik pelaku. Masyarakat kini menanti langkah konkret yang akan diambil oleh pihak berwenang untuk menegakkan keadilan.
Sumber: Tim Investigasi