Banyuwangi, JejakIndonesia.id – Pada malam pergantian tahun di ladang seorang petani Desa Bayu, Kecamatan Songgon, perwakilan dari beberapa kelompok tani di Banyuwangi berkumpul untuk melakukan refleksi dan menyampaikan sikap mereka terhadap isu-isu yang tengah dihadapi.
Acara yang digelar oleh Aliansi Melawan Ketimpangan Kabupaten Banyuwangi (AMKB) ini tidak hanya diramaikan dengan makan bersama, tetapi juga membahas sejumlah persoalan agraria dan kriminalisasi yang kerap menimpa petani di Banyuwangi.
Dalam kesempatan tersebut, AMKB menyoroti rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Menurut AMKB, kebijakan ini dinilai akan semakin membebani kehidupan petani dan buruh tani yang sudah rentan secara ekonomi.
“Rencana kenaikan PPN 12% akan berdampak langsung pada meningkatnya biaya produksi, termasuk alat dan bahan-bahan pertanian. Ini tidak hanya menjadi beban teknis bagi petani, tetapi juga secara ekonomi membuat kehidupan petani semakin sulit,” ujar Lukman Hakim, Koordinator AMKB, pada Rabu, (01/01/25).
AMKB juga menyebutkan bahwa kebijakan ini dapat memperburuk ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan, terutama beras. “Kenaikan PPN akan mendorong harga pangan menjadi lebih tinggi, yang pada akhirnya menyulitkan petani lokal untuk bersaing. Kita harusnya memperkuat kedaulatan pangan, bukan justru mengorbankan petani,” tambah Lukman.
“Kami berharap pemerintah tidak hanya memikirkan aspek fiskal, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap petani. Kebijakan ini harus dikaji ulang agar tidak semakin memberatkan sektor pertanian, yang sudah menghadapi berbagai tantangan,” pungkas Lukman.
Refleksi akhir tahun ini juga diisi dengan pembahasan kasus-kasus agraria yang belum terselesaikan di Banyuwangi, serta tindakan kriminalisasi terhadap petani yang memperjuangkan hak-haknya. AMKB menegaskan akan terus memperjuangkan kepentingan petani dan menolak segala kebijakan yang dianggap merugikan. (Tim)