Banyuwangi, JejakIndonesia.id — RSUD Blambangan kembali terpojok dalam kontroversi pelayanan kesehatannya. Setelah sebelumnya dilaporkan melakukan pemotongan jumlah obat yang diberikan kepada pasien FS (42) dengan dalih kebijakan pembiayaan, kini fakta baru terungkap. BPJS Kesehatan melalui surat resmi menegaskan bahwa seluruh obat yang diresepkan dokter untuk pasien tersebut sebenarnya telah sepenuhnya ditanggung.
Surat resmi yang diterbitkan BPJS Kesehatan Banyuwangi ini diterima langsung oleh Anang Suindro, SH., MH., dari Oase Law Firm selaku kuasa hukum FS. Dokumen tersebut membantah klaim pihak RSUD yang sebelumnya menyatakan bahwa Atorvastatin dan Allopurinol, dua dari tiga obat dalam resep pasien, hanya sebagian ditanggung oleh BPJS.
“Dengan surat edaran BPJS ini, jelas bahwa klien kami, FS, dirugikan secara nyata oleh RSUD Blambangan. Semua obat dalam resep dokter sudah dijamin oleh BPJS tanpa pengecualian. Namun, kenyataannya klien kami hanya menerima sebagian obat dan harus membeli sisanya secara mandiri,” tegas Anang Suindro saat memberikan pernyataan kepada media, Senin, (23/12/2024).
Dalih RSUD Blambangan Semakin Tidak Berdasar
Surat resmi BPJS Kesehatan ini memperkuat dugaan bahwa kelalaian pihak RSUD Blambangan tidak hanya merugikan pasien secara finansial, tetapi juga mencoreng integritas pelayanan kesehatan di daerah Banyuwangi. Sebelumnya, RSUD mengklaim bahwa pembatasan jumlah obat dilakukan sesuai aturan internal yang disebut merujuk pada kebijakan nasional. Namun, temuan terbaru ini membuktikan bahwa alasan tersebut tidak berdasar.
“Masyarakat harus tahu bahwa RSUD telah berupaya mengelabui pasien dengan dalih aturan yang sebenarnya tidak ada. Ini bukan hanya kelalaian, tapi indikasi penyimpangan yang serius,” tambah Anang.
Desakan Tanggung Jawab dan Transparansi
Dengan bukti baru ini, Anang Suindro mendesak pihak RSUD Blambangan untuk segera memberikan klarifikasi resmi dan meminta maaf secara terbuka kepada FS dan keluarganya. Ia juga meminta agar pihak manajemen RSUD melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelayanan dan memastikan kejadian serupa tidak terulang.
Selain itu, Anang juga mendorong BPJS Kesehatan untuk memperketat pengawasan terhadap fasilitas kesehatan mitranya, terutama dalam distribusi obat yang seharusnya menjadi hak pasien.
“Masyarakat Banyuwangi, terutama peserta BPJS, harus lebih kritis dalam memastikan hak-haknya. Kasus FS ini menjadi bukti nyata bahwa tidak semua fasilitas kesehatan menjalankan tugasnya dengan jujur dan transparan,” ujar Anang dengan nada tegas.
Reaksi Publik dan Tekanan Terhadap RSUD Blambangan
Kasus ini memicu reaksi keras dari masyarakat. Ketua LSM Kesehatan Banyuwangi, Satria Aditya, menilai insiden ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. “RSUD Blambangan harus bertanggung jawab penuh. Jika tidak ada tindakan tegas, citra pelayanan kesehatan di Banyuwangi akan semakin terpuruk,” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak RSUD Blambangan belum memberikan tanggapan resmi terkait surat BPJS tersebut. Namun, tekanan publik dan pihak terkait terus meningkat, mendesak penyelesaian kasus ini secara transparan dan akuntabel. (AO)