Mandailing Natal, JejakIndonesia.id – Front komunitas Indonesia Satu ( FKI-1) Kabupaten Mandailing Natal ( Madina), Sumut menduga pihak penyelenggara pemilu kepala daerah (pilkada) Madina tidak netral dan diduga ada keberpihakan, pasalnya laporannya tidak ada yang linear jawabannya dan tidak tuntas.
Syamsuddin Nasution ketua FKI-1 Madina mengatakan pihaknya sudah berulang kali melayangkan surat dan laporan pada pihak penyelenggara pilkada Madina yakni komisi pemilihan umum daerah (KPUD) serta pengawasan ( badan pengawas pemilu/ Bawaslu) Madina. Panyabungan, Selasa, (15/10/2024).
Dikatakan Syamsuddin, pihaknya memberikan tanggapan masyarakat kepada KPU Madina tentang pasangan calon ( Paslon) bupati/wakil bupati pada beberapa waktu yang lalu, namun tidak ada tindakan tegas yang berarti.
” Tanggapan itu merupakan gelar akademik calon wakil bupati Madina Atika Azmi Utammi yang memakai gelar akademik B.App Fin, M.Fin pada situs KPU kemudian pada pengumuman berubah tanpa gelar. Jawaban surat KPU Madina saat itu Atika menggunakan ijazah ( SLTA) Sederajat, nah saat ini Atika terus memakai gelar akademik itu pada hal tertentu yang di sambungkan dengan calon wakil bupati Madina. Ironis memang, sudah memakai SLTA namun terus ditulis B.App Fin, M.Fin” terangnya
Dimintanya, pihak KPU telusuri hal itu. Tak sampai disitu disampaikan Syamsuddin juga pihaknya sudah melaporkan Atika dan KPU Madina ke pihak Bawaslu terkait hal gelar akademik, namun pihak Bawaslu belum juga ada melaksanakan tugasnya sebagai pengawas dalam kontes pilkada itu.
” Kami menilai Pilkada Madina sedang tidak sehat, penyelenggara pemilu terkesan tidak netral dan diduga ada keberpihakan. Bawaslu yang dianggap muara pelaporan atas dugaan Pelanggaran Pilkada namun hingga kini, terkesan nihil kontribusi. Tidak sampai disitu ada hal lain tentang dugaan Pelanggaran Pilkada termasuk dugaan kampanye di aula kecamatan yang dilaporkan oleh organisasi lainnya” terangnya
FKI-1 sangat perihatin atas pesta demokrasi tahun ini. ” Kita akan laporkan semua hal ini ke Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK-KPU).
“untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU dan anggota KPU Provinsi. Untuk pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU Kabupaten/Kota, dibentuk DK-KPU Provinsi. ” Lanjutnya
Harapnya, kiranya pilkada di Madina tidak dinodai dengan intimidasi yang bisa memudarkan demokrasi yang sesungguhnya. Madina menjadi barometer pilkada yang lebih baik, bermanfaat dan bermartabat.
Redaksi: Magrifatulloh