Manado, JejakIndonesia.id – Isu mafia BBM jenis solar di Kota Manado semakin menguak dan membuat publik geram. Sosok yang dituding sebagai aktor utama, Nini Ratuwonggo alias Mami, sang “Ratu Solar”, terus melakukan praktik ilegalnya di depan mata masyarakat, seolah kebal hukum dan tak tersentuh aparat. Kendati berbagai media telah mengangkat kasus ini, praktik penimbunan dan penyelundupan BBM bersubsidi di depan SPBU Warembungan tetap berlangsung tanpa hambatan.
Pantauan tim media di lapangan menegaskan bahwa Mami, dengan tenangnya, mengoperasikan tempat penimbunan BBM solar bersubsidi tepat di depan SPBU Warembungan. Dalam satu kesempatan, media memergoki truk-truk dum menyedot solar untuk disimpan di tempat penimbunan tersebut, di bawah pengawasan ketat para preman bayaran. Para wartawan yang mencoba mendekat justru disambut ancaman kekerasan oleh preman-preman yang bekerja untuk Mami. Kendaraan awak media nyaris menjadi sasaran amukan mereka.
Apa yang membuat Mami begitu percaya diri melanjutkan kegiatan ilegalnya? Jawabannya terkuak dalam wawancara singkat dengan Mami dan salah satu preman yang akrab disapa Om Buds. Mereka mengaku terang-terangan bahwa ada koordinasi dengan pihak kepolisian, mulai dari Polsek hingga Polda. Om Buds bahkan menyombongkan diri bahwa ia menyimpan nomor-nomor polisi di ponselnya dan sering memberikan ‘isi ulang BBM gratis’ untuk kendaraan pribadi aparat.
“Polisi mana yang kita tidak kenal? Banyak nomor polisi ada di HP saya, mulai dari Polsek sampai Polda. Kalau mereka mau isi minyak, kita yang bayar,” ungkap Om Buds dengan nada bangga, sambil menepuk dadanya. Sebuah pengakuan yang semakin memperkuat dugaan adanya praktik ‘setoran’ dari Ratu Solar kepada oknum penegak hukum.
Dalam percakapan dengan Mami, ia tak segan-segan menantang siapa pun yang hendak melaporkannya. “Kalau kalian lapor polisi, tidak akan ada tindakan. Kami sudah koordinasi,” kata Mami dengan penuh percaya diri. Pernyataan ini menegaskan betapa dalam dugaan kolusi antara oknum aparat penegak hukum dan mafia BBM di Sulawesi Utara ini.
Situasi ini tidak hanya mencoreng citra Kepolisian, tetapi juga memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang seharusnya menegakkan hukum. Dengan Polda Sulut yang saat ini dipimpin oleh putra asli Sulawesi Utara, Irjen Pol Royke Harry Langie, SIK MH, harapan publik akan tindakan tegas semakin tinggi. Namun, jika dibiarkan, praktik semacam ini akan terus mencederai kredibilitas institusi kepolisian di mata masyarakat.
Padahal, Pasal 51 – Pasal 58 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) jelas menyebutkan ancaman pidana bagi pelaku penyimpanan BBM ilegal, yakni penjara hingga tiga tahun dan denda hingga Rp 30 miliar. Sementara, bagi pelaku pengangkutan ilegal, ancaman pidananya lebih berat lagi, mencapai empat tahun penjara dan denda hingga Rp 40 miliar. Namun, sejauh ini, tindakan tegas dari aparat terhadap Ratu Solar dan kawan-kawan belum juga terlihat.
Apakah hukum akan terus tunduk pada kuasa mafia BBM di Sulut? Atau publik harus bersiap menghadapi era di mana hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas?.
Redaksi: Tim Investigasi